Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Ramadan juga disebut dengan syahrurriyadhoh atau bulan latihan. Harapannya adalah setelah kita dilatih, kemudian menjadi habbit atau kebiasaan, maka insyaAllah kita akan terus menjaga nilai-nilai Ramadan ini. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas bagaimana puasa dapat melatih kita berperilaku dan berkomunikasi yang santun. Rasulullah pernah mengatakan dalam haditsnya yang cukup terkenal, “Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak ada yang didapatkannya dari puasanya kecuali lapar dan haus.” Memang secara fiqih puasanya sah, tapi secara nilai, pahala, atau apa yang akan di dapatkannya, ia dinilai dengan sia-sia.
Imam Al-Ghazali dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa puasa terbagi kepada tiga. Yaitu puasa awwam, puasa khawwas, dan puasa khawwasul khawwas. Jika puasanya masih pada tingkat lapar dan haus maka itu dikatakan masih puasa awwam. Jika kita sudah mampu mempuasakan lidah kita, mata, telinga, tangan, kaki, bahkan pikiran, hati dan keinginan-keinginan kita. Tidak hanya sebatas lapar dan haus, perut saja, maka itu sudah sampai pada tingkat puasa khawwas, bahkan khawwasul khawwas.
Dalam hadits dikatakan bahwa ada enam hal yang membatalkan pahala puasa. Yang pertama adalah berdusta. Dusta lawannya adalah jujur atau benar. “Maka jadilah kamu orang yang jujur, karena itu akan membawa kepada kebaikan. Jadilah kamu orang baik, karena itu akan menghantarkanmu kepada surga.” Sebaliknya, dusta akan mendatangkan dosa-dosa, kejahatan-kejahatan, dan kejahatan itu akan mendatangkan neraka.
Hal yang membatalkan puasa yang kedua adalah mengadu domba. Memprovokasi agar orang lain ribut, bertikai. Yang ketiga adalah memfitnah, seperti yang dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 191 yang artinya, “Fitnah bisa lebih kejam daripada pembunuhan.” Yang keempat adalah kesaksian palsu, karena ia dapat merubah yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar. Betapa kejamnya kesaksian palsu ini. Dalam hadits dikatakan, “Selamatnya manusia karena menjaga lisannya.” Dalam hadits lain dikatakan bahwa, “Mulut orang yang berpuasa itu harumnya seperti bunga kasturi.” Maksudnya adalah tutur katanya, bicaranya, lidahnya terjaga, sehingga wangi, karena yang ia ucapkan adalah kebaikan-kebaikan.
Hal yang dapat membatalkan puasa yang kelima adalah melihat dengan syahwat, dengan pandangan nafsu. Yang keenam, dikisahkan dalam satu kesempatan Luqmanul Hakim pernah dipanggil oleh seorang raja yang kehilangan selera makan. Raja tersebut meminta Luqmanul Hakim mencarikan bagian daging yang paling enak dari seekor sapi yang telah dipotong agar selera makannya bisa kembali seperti semula. Lalu Luqmanul Hakim memberikan kepada raja bagian lidah dari sapi tersebut.
Kemudian raja meminta Luqmanul Hakim mencarikan bagian daging yang paling tidak enak. Kembali Luqmanul Hakim memberikan raja tersebut bagian lidah dari sapi tadi. Raja heran dengan yang dilakukan Luqmanul Hakim dan bertanya tentang maksudnya. Kemudian Luqmanul Hakim menjawab bahwa lidahlah yang paling enak. Karena kalau kita bisa menjaga lidah kita, lisan kita, maka hidup kita enak. Kita enak berteman, bersilaturrahim, berkomunikasi, di mana-mana ada teman kita. Tetapi lidah juga merupakan daging yang paling tidak enak, karena dengan lidah kita dapat tergelincir, dan itu akan membinasakan kita, menyakiti orang lain. Bahkan akan tidak enak kita dalam satu lingkungan masyarakat, organisasi, karena lidah yang tidak kita jaga itu.
InsyaAllah dengan puasa ini akan melatih perilaku kita, melatih kita berkomunikasi yang santun. Sehingga puasa kita mendapatkan nilai di sisi Allah Swt. Mudah-mudahan bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada kita agar Ramadan ini menjadi Ramadan yang penuh makna.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.