Dr. Syahrul Nasution, MA.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Kohesifitas sosial yang kita pahami sebagai cara merajut sosial, dalam bahasa sosiologi Islam adalah merajut ukhuwah, solidaritas sosial di kalangan kita umat Islam. Kalau kita telaah dari ayat-ayat yang terkait dengan puasa, sebetulnya ada empat elemen pokok yang dapat membangun kohesifitas sosial itu. Elemen yang pertama tentu dasarnya adalah iman. Hal inilah yang Allah katakan terkait dengan puasa juga, bahwa yang diajak untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadan adalah orang-orang yang beriman. Iman juga tidak hanya sekedar mengaku sebagai seorang muslim.
Kalau kita telaah dalam surat Al-Hujurat ayat 14, ada perbedaan makna iman dan makna Islam dalam ayat tersebut. Allah mengatakan, “Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu.” Karena itu, dalam rangka merajut solidaritas sosial itu adalah tidak hanya pengakuan kita sebagai seorang muslim, tapi harus dibangun dengan dasar iman kepada Allah Swt. Dengan dasar iman inilah akan tumbuh rasa tasamuh di kalangan kita umat Islam. Akan tumbuh rasa tolong menolong di antara kita umat Islam, akan tumbuh rasa ta’awunnya, bekerja dalam kebaikan-kebaikan. Justru tidak bekerja dalam perbuatan-perbuatan dosa. Karena itu dalam merajut ukhuwah, kohesifitas sosial, harus didasarkan keimanan kita kepada Allah Swt.
Yang kedua, elemen dasar daripada kohesifitas sosial itu adalah bahwa dalam bulan Ramadan kita selalu diajak untuk peduli terhadap sesama orang yang berpuasa. Karena itu kita disunnahkan untuk memberikan buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa. Bahkan sama pahala orang yang memberi dengan orang yang berpuasa. Tentu ini dalam rangka kohesifitas sosial kita. Kepedulian sesama kita, bukan hanya dalam ranah fakir dan miskin saja, tapi kita bangun di antara kita umat Islam yang senantiasa melaksanakan ibadah puasa Ramadan.
Yang ketiga, ranah daripada kohesifitas sosial itu adalah bahwa ada sebuah kewajiban kepada kita yaitu membayar zakat fitrah. Kalau kita cermati, sebetulnya zakat fitrah itu bagian daripada kohesifitas sosial. Bagaimana merajut sosial di kalangan kita umat Islam. Terutama adalah merajut ukhuwah antar orang-orang yang mampu dan yang tidak mampu. Maka kata Rasul, “zakat fitrah yang kamu berikan adalah pembersih daripada orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa. Dan justru adalah makanan bagi kaum dhuafa’ itu.” Tentu diharapkan menjelang idul fitri nantinya tidak ada lagi di antara kita umat Islam yang merasa tidak bahagia. Karena kita sudah membangun, merajut ukhuwah di kalangan kita, baik di antara orang yang tidak mampu maupun orang yang mampu. Akhirnya semua terlihat bersaudara, semua menyatu dalam rangka memuji Allah Swt.
Keempat, dasar daripada kohesifitas sosial itu adalah taqwa. Kalau kita lihat di ujung surat Al-Baqarah ayat 183, Allah katakan “Agar kamu bertaqwa.” Dalam ilmu bahasa Arab, la’alla itu harapan. Taqwa itu sesungguhnya merupakan dasar kohesifitas sosial kita. Hanya yang harus kita pahami adalah bahwa pemahaman taqwa tidak hanya sebatas takut kepada Allah. Taqwa itu bisa kita pahami dalam ranah gerakan moral, seperti mengajak kita dan terutama umat Islam untuk selalu membangun ukhuwah islamiyah. Membangun sebuah kejujuran di antara kita, tidak boleh kita membangun ketidakjujuran. Termasuk dalam urusan menerima informasi dari orang lain, tidak boleh ada yang tidak benar. Harus merujuk kepada Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 6, kita harus tabayyun, mengecek informasi-informasi yang kita terima.
Berikutnya makna taqwa itu bagi kita adalah gerakan sosial, kita senantiasa diajak berbagi dengan orang-orang yang tidak mampu. Dalam bentuk sedekah, infaq, zakat, inilah yang digalakkan dalam Islam, inilah yang dikatakan filantropi Islam itu, inilah yang harus dibumikan dalam merajut ukhuwah kita. Pada akhirnya orang yang taqwa itu juga dapat kita pahami adalah orang-orang yang berpikir masa depan. Bukan hanya hari ini yang ia pikirkan, tapi juga hari akhiratnya, sebagai kampung terakhir, tempat kita kembali kepada Allah Swt.
Kesimpulan dari puasa Ramadan membangun kohesifitas sosial itu, ternyata ada empat fundamen yang harus kita lakukan. Dasarnya tentu iman kita kepada Allah, sedekah, kemudian zakat fitrah, dan terakhir adalah dibangun dengan nilai-nilai ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Dengan dasar ini kita harapkan semua kalangan umat Islam ini selalu berbagi, kita rajut kebersamaan di antara kita, dan diharapkan agar kita tidak terkotak-kotak dan tergantung pada level-level sosial.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.