Prof. Dr. H. A. Ya’kub Matondang, MA.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Diinul Islam sangat memperhatikan thaharah, masalah kebersihan. Baik yang terkait dengan kebersihan dari segala sesuatu yang berbentuk fisik, atau juga kebersihan dalam pengertian maknawi. Kebersihan dari aspek fisik telah ditentukan bagaimana kita mensucikan diri dari najis atau kotoran. Sedangkan kebersihan yang terkait dengan maknawi, kita diperintahkan untuk melakukan wudhu’, tayammum, ataupun juga mandi. Tayammum merupakan bahagian dari thaharah untuk menggantikan pelaksanaan wudhu’ ataupun mandi karena satu dan lain hal. Ada halangan, kita diberikan jalan keluar.
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan akhir dari surat Al-Ma’idah ayat 6 yang artinya, “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” Kalau kita merujuk kepada ketentuan para mufassirin, yang dimaksud dengan tanah yang baik itu adalah permukaan bumi ini, atau juga bumi dan segala isinya. Ini maksudnya bahwa tanah yang baik itu bukan hanya berarti debu.
Kalau kita perhatikan ayat tersebut, kita boleh menggunakan cara tayammum untuk mandi dan untuk wudhu’ pada saat: pertama, dalam keadaan sakit. Dan yang kedua, dalam keadaan musafir. Tetapi kalau kita merujuk pada sunnah Nabi, ada satu lagi tambahan. Yaitu dari kisah sahabat Amru bin Ash, yang juga seorang panglima perang. Suatu hari terjadi perang dimana pasukan musuh dirantai satu dengan yang lainnya agar tidak mundur. Dalam perang inilah Amru bin Ash sebagai panglima perang, ia bermimpi. Maka ia wajib untuk mandi. Air tersedia lengkap. Tetapi ketika itu cuaca sangat dingin, sehingga Amru bin Ash tidak mandi, tidak mengambil wudhu’ tetapi ia melakukan tayammum. Selesai tayammum ia melakukan shalat Subuh secara berjama’ah. Ia menjadi imam shalat dan pasukannya menjadi makmum.
Tapi setelah kembali ke Madinah, sahabat lainnya melaporkan hal ini kepada Rasulullah, namun laporannya tidak tepat. Disebutkan bahwa Amru bin Ash shalat bersama kami dalam keadaan Janabat, ia tidak mandi. Lantas Rasulullah memanggil Amru bin Ash, kemudian Rasulullah menanyakan kepada Amru bin Ash, “Apakah Anda shalat dalam keadaan Janabat?” kemudian Amru bin Ash menjawab, “Ya Rasulullah, cuaca saat itu sangat dingin. Saya khawatir kalau saya mandi akan terjadi gangguan terhadap kesehatan saya. Sedangkan pertempuran waktu itu sedang jadi-jadinya, maka saya tayammum.”
Kemudian dijelaskan oleh Amru bin Ash, ia baca di depan Nabi, “Kamu jangan binasakan dirimu, sesungguhnya Allah Swt. itu sangat penyayang kepada orang-orang beriman.” Rasulullah waktu itu tertawa mendengarkan penjelasan Amru bin Ash, dan tidak memberi komentar apa-apa. Sikap Nabi yang seperti ini disebut dengan pengakuan secara tidak langsung terhadap sikap yang diambil oleh Amru bin Ash. Dari sikap Amru bin Ash inilah para ulama mengambil rumusan untuk boleh tayammum selain sakit, selain dalam keadaan musafir. Yaitu pada saat khawatir terjadi bahaya, malapetaka, atau sesuatu yang tidak diinginkan.
Tatacara tayammum sangat mudah, karena Allah menghendaki kemudahan bukan kesulitan. Rasulullah pernah mencontohkan dengan meletakkan tangannya di atas tanah, kemudian ia hembus, lantas ia sapukan ke muka, telapak tangan juga punggung telapak tangan kanan dan kirinya. Kemudian Nabi mengatakan, “Sesungguhnya tayammum itu cukup untukmu seperti ini saja.” Baik untuk pengganti wudhu’ ataupun pengganti mandi. Para ulama kita membangun rumusan tayammum ini mulai dari niat yang ikhlas karena Allah, kemudian membaca basmallah, kemudian meletakkan tangan di atas sesuatu yang pernah bersentuhan dengan bumi, kemudian dihembus ataupun ditepukkan ke tangan, kemudian barulah disapukan ke muka, telapak dan punggung telapak tangan kanan dan kiri.
Kaifiat tayammum seperti ini perlu kita ketahui sebagai pengganti wudhu’ dan mandi. Mudah-mudahan Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kita dan selalu berada di dalam jalan yang diridhoiNya.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.