Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA.
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Tema kita kali ini adalah tentang istiqomah, bagaimana membangun kesadaran kita untuk meraih sikap istiqomah untuk mendapatkan shiraatal mustaqiim. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat Fushilat ayat 30 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”
Istiqomah dan shiraatal mustaqiim itu berasal dari akar kata yang sama, maknanya adalah jalan yang lurus, jalan yang istiqomah, yang kokoh, yang teguh pendirian. Lantas bagaimana kita membangun kesadaran untuk meraih sikap istiqomah ini? Ada satu konsep yang dapat kita terapkan untuk meraih sikap isiqomah ini, yaitu konsep 3K.
Pertama adalah konsisten, teguh pendirian, pantang menyerah. Dikisahkan seorang anak muda yang bekerja sebagai pemecah batu, suatu hari ia mencoba memecahkan sebongkah batu. Ternyata batu ini sangat keras sekali. Ia ayunkan palunya berkali-kali, namun batu ini belum pecah juga. Sepuluh, dua puluh, hingga lima puluhkali, akhirnya ia kelelahan dan memilih beristirahat. Ia mulai kesal, mengapa batu itu tidak juga pecah sedikitpun. Setelah beristirahat, ia melanjutkan pekerjaannya. Namun hasilnya sama saja, tujuh puluh, delapan puluh, hingga sembilan puluh kali ia ayunkan palunya, hasilnya masih sama, batunya belum juga pecah. Ia terus memaksakan dirinya. Hingga di angka sembilan puluh sembilan kali pukul, ia menyerah. Ia tidak mau lagi melanjutkan pekerjaannya.
Di tengah kekecewaannya karena batu yang tak kunjung pecah itu, datang seorang tua yang rambutnya juga sudah putih penuh uban. Orang tua itu bertanya pada dirinya, “Mengapa kau berhenti?” Pemuda itu menjawab, “Aku menyerah, sudah sembilan puluh sembilan kali aku mencoba memecahkannya. Namun tak juga ada tanda-tanda ia akan pecah.” Orang tua itu meminta palu pemuda itu dan mencoba memukul batu tadi. Dalam sekali pukulan, bongkahan batu itu pecah berkeping-keping. Si pemuda terkejut, kemudian ia berkata, “Hebat sekali engkau pak tua! Kau punya ilmu sakti mandraguna, tolong ajarkan aku ilmumu itu.”
Kemudian orang tua tadi menjawab dengan memberikan nasihat. “Aku tidak memiliki ilmu apa-apa anak muda. Batu itu pecah bukan karena pukulanku. Ia pecah karena pukulan yang kau lakukan sebanyak sembilan puluh sembilan kali itu. Namun kau memilih menyerah. Sehingga kau tidak mendapatkan apa-apa dari upaya yang kau lakukan itu. Padahal sedikit lagi kau akan berhasil.” Maka istiqomah adalah pantang menyerah, orang yang istiqomah adalah orang yang pantang menyerah. Kita tidak tahu pukulan keberapa yang akan membuahkan hasil. Maka teruslah memukul, evaluasi yang salah, agar tujuan yang diinginkan tercapai.
Yang kedua adalah konsekuen. Orang yang istiqomah selalu siap menanggung segala dampak dari jalan yang ia pilih. Selama itu benar dan berasal dari Allah, maka kita siap menerima segala resikonya. Tidak semua orang senang dengan diri kita, dan tidak semua orang pula benci dengan kita. Kalau semua orang senang dengan kita, maka kita sama saja dengan anak bayi. Kalau semua orang benci dengan kita, maka kita juga sama seperti setan. Bahkan Rasulullah yang paling benar perkataannya pun tetap ada yang benci dengan beliau, seperti Abu Jahal, Abu Lahab. Dan beliau tetap siap menerima konsekuensinya, dicaci, dimaki, dilempari batu dan kotoran, dan lain sebagainya.
Kemudian yang ketiga yaitu kontinyu atau terus menerus. Amalan yang kecil kalau dilakukan terus menerus, itu lebih dicintai oleh Allah Swt. Bersedekah merupakan amalan yang baik. Namun Allah lebih mencintai orang yang bersedekah sedikit tetapi kontinyu, berkelanjutan, setiap hari. Daripada orang yang bersedekah banyak namun hanya sesekali, atau sebulan sekali. Inilah ciri-ciri dari orang yang istiqomah. Ia mempunyai amalan, mengerjakan amalan itu, walaupun kecil, namun terus menerus ia lakukan. Dan inilah beberapa cara yang dapat kita lakukan agar kita menjadi orang yang istiqomah.
Ibnu Katsir mengatakan shiraatal mustaqiim itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah, yaitu jalan Islam yang harus kita lewati. Maka setiap yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan sunnah, jika kita istiqomah menjalankannya, amalan-amalan istiqomah inilah yang akan mengantarkan kita kepada kesuksesan di dunia dan di akhirat. Semoga bermanfaat.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh