Prof. Dr. H. A. Ya’qub Matondang, MA.
Rasul melaksanakan aktifitas dakwahnya baik pada periode Makkah demikian juga pada periode Madinah, ia tetap melakukannya dengan Uslub Al-Hikmah. Asalibudda’wah itu beragam, ada yang disebut dengan Al-Hikmah, ada yang disebut dengan mau’izoh, dan ada yang disebut dengan mujaadalah. Kajian kita menelusuri bagaimana dakwah bil hikmah yang dilakukan oleh Rasul Saw khususnya pada waktu situasi-situasi yang sangat menentukan.
Pada tahun keenam hijriyah, berarti enam tahun Rasulullah Saw berada di Madinah Al-Munawwarah. Beberapa orang sahabat mengusulkan untuk mengunjungi Makkah Al-Mukarramah. Bukan untuk perang melawan kuffar quraisy, tetapi mereka ingin untuk melakukan umrah serta kunjungan keluarga yang sudah lama ditinggalkan. Permintaan para sahabat ini diperkenankan oleh Rasul. Setelah menghimpun lebih kurang seribu sahabat, maka pada tahun keenam tepatnya bulan Dzulkaidah, Rasul bersama sahabat berangkat dari Madinah menuju Makkah. Dengan tujuan tadi adalah untuk umrah dan kunjungan keluarga bukan untuk tujuan-tujuan perang ataupun secara paksa untuk memasuki kota Makkah.
Jarak antara Madinah dengan Makkah lebih kurang 500 Km. setelah ditempuh sudah mendekat Makkah, tepatnya di Hudaibiyah Nabi Muhammad Saw berhenti di sini, konsolidasi pasukan yang seribu orang tadi di Hudaibiyah. Waktu itu beliau ingin untuk negosiasi dengan tokoh-tokoh quraisy yang ada di Makkah. Rasul waktu itu mengutus Usman bin Affan, kemudian Usman berangkat ke Makkah menemui tokoh-tokoh quraisy. Pembicaraan sangat alot antara Usman dan tokoh-tokoh quraisy. Padahal terkenal Usman adalah ahli negosiasi, bagaimana cara terbaik untuk memasuki kota Makkah. Tetapi nampaknya negosiasi ini tidak berjalan mulus.
Pada prinsipnya penduduk Makkah keberatan, dalam kondisi yang seperti itu dimasuki oleh umat Islam. Agak lama negosiasinya sehingga muncul informasi di tengah para sahabat yang berada di Hudaibiyah Usman bin Affan telah dianiaya oleh orang-orang musyrik Makkah. Mendengar informasi ini serentak sahabat yang berjumlah lebih kurang seribu orang ini berbai’at di depan Rasul untuk menyerang Makkah. Berperang di bawah komando Nabi, sekalipun tadi persiapan perang sesungguhnya tidak memadai. Mereka hanya membawa pedang mana tentu ada musuh di tengah jalan. Ini yang disebut dengan bai’aturridwan, yang disebut di dalam surat Al-Fath.
Seusai bai’aturridwan, Usman bin Affan muncul dengan seorang tokoh quraisy. Rupanya hasil negosiasi di Makkah memerintahkan kepada Usman bersama seorang tokoh quraisy ini untuk bicara langsung dengan Nabi Muhammad Saw yang menunggu di Hudaibiyah. Ringkasnya negosiasi dengan Nabi secara langsung tercapai. Ada beberapa poin yang disepakati antara Nabi dengan tokoh quraisy ini. Pertama masa damai selama sepuluh tahun, tidak dibenarkan serang-menyerang antara umat Islam dengan orang-orang kuffar atau orang-orang musyrik Makkah. Yang kedua, penduduk Makkah yang sudah hijrah ke Madinah boleh kembali ke Makkah kalau ia ingin untuk kembali ke kampung halamannya. Berbeda dengan penduduk Madinah, yang datang ke Makkah ia tidak dibenarkan kembali ke Madinah. Ia tetap berada di Makkah ini. Selanjutnya umrah, tujuan utama mereka ditunda tahun berikutnya.
Diktum yang disetujui oleh Rasul ini mendapat kritikan yang keras dari Umar bin Khattab. Umar mengatakan di depan Nabi bahwa kita sudah menempatkan diinul Islam ini pada titik nadir yang terendah. 400 Km. lebih sudah ditempuh. Hanya lebih kurang 25 Km. jarak Hudaibiyah ke Makkah, tidak jadi untuk umrah karena tingkah laku orang-orang kuffar yang keberatan kunjungan Nabi dengan para sahabat ke Makkah pada waktu itu. Rasul dengan tenang memberi jawaban terhadap kritikan keras dari Umar, “Saya tidak pernah mendurhakai Allah Swt”.
Berangkatlah para sahabat dari Hudaibiyah, kembali menuju Madinah. Pada waktu mereka berangkat dari Hudaibiyah itulah nuzul ayat surat Al-Fath, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan yang nyata kepadamu wahai Muhammad”. Beberapa diktum kesepakatan tadi sebenarnya memberi peluang yang besar untuk Rasulullah menggunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia mengirim surat ke beberapa Kaisar Romawi, Kisra di Parsi, dan Raja-raja Arab lainnya. Tidak boleh serang menyerang selama sepuluh tahun itu.
Tetapi kemudian, tidak sampai tiga tahun orang kuffar menyalahi perjanjian ini. Itu sebabnya pada tahun 8 hijriyah Rasulullah Saw membawa pasukan besar 10.000 lebih kurang datang ke Makkah, yang disebut dengan Fathul Makkah tanpa perlawanan dari orang-orang musyrik Makkah. Ini dakwah yang penuh hikmah yang dilakukan oleh Rasul di dalam menghadapi tekanan orang-orang musyrik Makkah waktu itu. Yang pada hakikatnya membawa manfaat besar bagi kepentingan dakwah Islam. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.