Abdul Rahman, M.Pd.
Pada awal 2019 ini saya ingin menyampaikan satu ayat, dan ayat ini sudah kita hapal semua. Saya yakin semua jamaah menghapal ayat ini. Apa itu? Dalam surat Ali-Imran ayat 102, Allah Swt. berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya. Dan janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim”. Ayat yang kelihatannya sangat sederhana. Sederhana karena memang sering kita dengar. Setiap khatib jum’at ketika khutbahnya terus menyampaikan wasiat ayat ini. Sangking seringnya kita dengar ayat ini, seakan-akan ayat ini tidak memiliki makna. Padahal sejujurnya, seharusnya ayat yang paling kita takuti adalah ayat ini.
Apa pesan Allah dalam ayat ini? Hai orang-orang yang telah mendeklarasikan dirinya beriman kepada Allah. Hai orang-orang yang telah mengimani rukun iman yang enam. Kaum muslimin, ketika kita mendengarkan seruan Allah, “Hai orang-orang yang beriman”, orang yang beriman bukan orang yang sembarangan. Gelar orang yang beriman bukan gelar yang bisa dibeli dengan berbagai macam bentuk jabatan. Gelar beriman bukan gelar yang bisa dibeli dengan harta yang melimpah. Gelar beriman itu adalah gelar yang diusahakan, diupayakan oleh orang Islam agar dirinya bisa menjadi orang-orang yang diakui oleh Allah beriman kepadaNya. Bukan mengaku beriman, tapi tidak diakui oleh Allah dia beriman. Mengapa? Orang munafik yang Allah gambarkan dalam surat Al-Baqarah, mereka mengaku beriman tapi Allah tidak akui keimanannya.
Banyak manusia kata Allah, yang mengatakan mereka beriman kepada Allah, mereka beriman kepada hari akhir. Apa kata Allah, Allah tidak mengakui keimanannya. Mereka mengaku beriman, tapi Allah tidak mengakui, ini cinta bertepuk sebelah tangan, iman bertepuk sebelah tangan. Orang-orang yang beriman adalah orang yang mengaku dirinya beriman dan imannya diakui oleh Allah. Kalau begitu iman itu tidak sederhana, beriman itu bukan urusan sederhana. Contoh, di antara rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah. Apa yang dimaksud dengan iman kepada Allah. Ketika seorang hamba mengucapkan aku beriman kepada Allah, maka setidaknya ada beberapa hal yang perlu dia catat.
Yang pertama hamba tersebut wajib mengucapkan, meyakini bahwasanya Allah itu Esa, Allah itu tak beranak dan tidak diperanakkan, Allah itu tidak punya keturunan dan tidak ada bilangan. Jangan kamu jadikan Allah itu berbilang-bilang, memiliki hitungan, lebih dari satu. Artiya ketika hamba sakit, minta sehatnya sama Allah. Ketika hamba kesulitan, minta kemudahan hanya sama Allah. Apapun yang terjadi dalam hidupnya, mintanya hanya kepada Allah. Allaahush-shomad.
Yang kedua ketika kita mengucapkan kita beriman kepada Allah, kita wajib meyakini bahwasanya yang memberikan segalanya dalam kehidupan ini, yang menghidupkan, yang mematikan, yang memelihara, dan segala-galanya itu adalah Allah. Yang ketiga dan ini yang paling penting, orang yang mengaku beriman kepada Allah, wajib bagi dia untuk menyembah Allah satu-satunya. Dan mengajak orang lain hanya menyembah Allah satu-satunya. Dan Rasulullah Saw. diutus kemuka bumi ini salah satunya adalah menggeser paradigma orang-orang jahiliyah ketika itu yang menyembah berhala-berhala yang mereka ciptakan sendiri kepada menyembah Allah Swt.
Bagi orang-orang yang beriman ini apa pesan Allah. Ittaqullaah haqqotuqootih, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Artinya kalau begini ada taqwa yang tidak benar. Bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa, bagaimana caranya? Rasulullah sampaikan, bertaqwalah kamu kepada Allah di manapun kamu berada. Bukan hanya ketika sholat, bukan hanya ketika puasa, di manapun, ketika bekerja, wajib taqwa kepada Allah. Ketika menuntut ilmu di bangku perkuliahan, wajib bertaqwa kepada Allah Swt. Dan salah satu kemudahan bagi seorang tolibul ilmi, penuntut ilmu, untuk mendapatkan ilmu dari Allah adalah taqwa.
Allah sampaikan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282 yang artinya, ”Bertaqwalah kamu kepada Allah, dan Allah akan mengajarkan ilmu kepadamu”. Taqwa yang bagaimana? Taqwa yang benar-benar taqwa. Apa itu? Melaksanakan perintah Allah sesuai dengan syariat Allah dan RasulNya dengan mengharap balasan dari Allah Swt. Dan meninggalkan larangan Allah sesuai dengan syariat Allah dan RasulNya karena takut akan azab Allah. Orang beriman di level dua, orang bertaqwa di level tiga. Tapi ingat, kata Allah, jangan kamu mati di level nol. Islam level satu, iman level dua, taqwa level tiga, jangan sampai mati di level nol.
Jangan kamu mati sebelum kamu benar-benar muslim. Ada hal yang aneh dalam ayat ini, apa anehnya? Ketika kita melarang seseorang, itu kita tahu orang itu mau melakukan apa. Pertanyaannya ini Allah larang kita dalam suatu hal, tapi kita tidak tahu itu kapan terjadi. Allah larang kita mati kalau kita tidak Islam, mengapa nasihat Allah seperti ini? Rasul sampaikan, “Bersegeralah kalian beramal sebelum datang kepada kalian zaman fitnah”. Sahabat bertanya, “Apa itu zaman fitnah Ya Rasulullah?”. Zaman fitnah itu, pagi kamu beriman, sore bisa kafir. Atau sore kamu beriman, paginya kamu kafir.
Banyak orang ketika dia Islam, dia beriman, dia memperjuangkan semuanya hanya untuk Islam. Tapi ketika diganggu dengan jabatan, dengan harta, dia bisa banting setir, dia bisa murtad cuma karena harta yang ingin dia dapatkan. Ini contoh orang yang mati dalam keadaan tidak muslim. Ini Allah ingatkan, ketika kamu beriman di level dua, lalu kamu mendapatkan taqwa di level tiga, kamu pelihara, sehingga di manapun kamu mati, kapanpun kamu mati, kamu tetap dalam keadaan bertaqwa. Dan ketika kamu dalam keadaan bertaqwa, kamu tidak mati dalam keadaan tidak Islam.
Kalau begitu, Ihsan, engkau menyembah Allah seperti engkau melihatNya, meskipun engkau tidak melihatNya, engkau dilihat oleh Allah. Itu perlu dicamkan dalam hati. Ketika bekerja, Ihsan masukkan. Ketika di luar masjid, Ihsan masukkan dalam hati. Ketika mencari nafkah, itu adalah ibadah, masukkan Ihsan dalam hati. Ketika kita menuntut ilmu di bangku kuliah, masukkan Ihsan dalam hati. Ketika seorang dosen mengajar, masukkan Ihsan dalam hati. Sehingga dia melaksanakan semua itu berbentuk ibadah, dan dia merasa ibadah yang dia lakukan dilihat oleh Allah Swt. Ketika Ihsan sudah ada, dan Ihsan itu tidak kita lepaskan, maka bisa dipastikan kita akan mati dalam keadaan Islam sebagaimana yang diwasiatkan oleh Allah dalam surat Ali-Imran ayat 102 ini.