Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA.
Dalam satu riwayat disebutkan, pernah ada seorang Yahudi yang buang air kecil di masjid Nabi. Melihat hal tersebut Umar bin Khattab sangat marah dan ingin mengejar serta memukulnya. Tapi Rasulullah Saw. justru mengatakan kepada Umar, “Biarkan saja dia buang air kecil sampai selesai”. Luar biasa peristiwa ini sehingga para sahabat bertanya apa maknanya, kenapa Nabi membiarkan masjidnya dikotori seperti itu. Kemudian Rasulullah Saw. mengatakan, “Wahai para sahabatku sekalian, kenapa aku biarkan Yahudi tadi buang air kecil?” Yang pertama alasannya karena dia sudah buang air kecil. Kalau kita larang, atau kau kejar dan kau pukul, maka dengan sendirinya air tadi akan berceceran di mana-mana. Najis akan banyak, dan kita tidak tahu lagi mana yang suci dan mana yang kotor, sehingga akan mengganggu ibadah kita. Tetapi dengan dia buang air kecil di suatu tempat, terfokus di situ, kita lebih mudah membersihkannya.
Ternyata dengan peristiwa ini Rasul mengajarkan kita agar bisa menyelesaikan masalah tanpa harus memunculkan masalah berikutnya yang bisa melebar kemana-mana. Fokus menyelesaikan masalah. Dalam prinsip ini, bagaimana ketika kita mengalami masalah yang besar, masalah itu kita perkecil. Dan masalah yang kecil bisa kita hilangkan, sehingga dengan demikian tidak ada persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan.
Yang kedua, hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa tersebut adalah bahwa buang air itu berkaitan dengan kesehatan. Nabi sudah berpikir tentang kesehatan, konsep Nabi tentang hidup sehat itu luar biasa. Salah satu hal yang agak sulit kita untuk menahannya adalah buang air kecil. Saat ini telah diketahui, jika kita menahan membuang air kecil akan menimbulkan banyak penyakit pada diri kita, seperti batu karang, prostat, dan lain sebagainya. Ternyata kata Rasul kesehatan itu sangat penting, karena itu perlu kita menjaganya. Bagaimana mungkin kita kuat beribadah dan hidup dengan baik kalau kesehatan kita terganggu. Oleh karena itu perlu kita perhatikan bagaimana Rasulullah Saw. sungguh-sungguh memperhatikan masalah kesehatan. Karena bagaimanapun juga mukmin yang kuat dan sehat itu jauh lebih baik daripada mukmin yang lemah dan sakit.
Kemudian yang ketiga, kata Nabi ini orang Yahudi awam, yang tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki agenda lain. Dia tidak mengerti kalau masjid itu harus dijaga kebersihan dan kesuciannya. Islam sangat menjunjung kebersihan. Betapapun mahalnya harga sepatu kita, dia tidak boleh masuk kedalam masjid karena dia berpotensi membawa kotoran. Berbeda dengan peci kita yang harganya mungkin tidak seberapa. Karena dia bersih, maka dia boleh kita bawa dan kenakan di dalam masjid untuk beribadah kepada Allah Swt. Ini hal yang sangat perlu sekali kita renungkan. Bagaimana seorang Yahudi awam yang tidak tahu apa-apa, maka ia perlu kita berikan pembelajaran. Inilah konsep ketiga yang diajarkan Nabi dari kisah tadi, yaitu konsep edukatif.
Kisah tersebut menggambarkan betapa santunnya Nabi, betapa luar biasanya hikmah di balik peristiwa tadi. Kalau kita mungkin akan marah, atau seperti Umar tadi, akan memukul orang Yahudi yang buang air kecil tersebut. Tapi ternyata Rasul memberikan kesantunan sehingga si Yahudi tadi paham bahwa ternyata masjid itu harus terjaga kebersihan dan kesuciannya. Islam membawa kebersihan yang luar biasa. Sehingga dia mengatakan ternyata Rasul begitu santunnya, begitu hikmahnya, begitu arifnya dalam berkomunikasi. Sehingga menyentuh si Yahudi tadi, dan akhirnya membuat Yahudi tadi memeluk Islam.
Bayangkan kalau sekiranya Umar mengejar dan memukulnya, dia lari, berapa banyak najis yang akan tercecer dari air kecil tadi. Kemudian Yahudi tadi pasti dia tidak akan bisa diberi tahu dan dibina lagi, karena dia sudah lari. Kemudian akan mengakibatkan betapa bencinya dia kepada Islam, karena kita tidak bisa memberikan pemahaman yang baik kepadanya. Inilah yang perlu kita renungkan bersama. Satu hal yang perlu kita perhatikan dalam perkembangan sekarang ini, terutama media sosial. Berkomentar dengan kasar, memaki, ujaran kebencian, kesantunan seperti sudah hilang. Padahal adab itu lebih tinggi daripada ilmu. Bagaimana agar kesantunan itu dapat kita jaga. Bayangkan kalau kita tidak melakukan etika-etika dalam berkomunikasi, maka akan memunculkan persoalan-persoalan yang besar dan meruntuhkan nilai-nilai ukhuwah di antara kita.
Betapa luar biasanya Rasulullah Saw. dalam menyampaikan komunikasi dakwah, sehingga menyentuh relung kalbu. Maka itu yang perlu kita contoh. Jangan sampai kita menjadi orang yang terus memaki, menyalahkan orang lain. Dan kita tidak mau menyentuh hati orang tadi dalam berkomunikasi seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka serulah kejalan Tuhanmu dengan cara hikmah dan bijaksana, berikan pengajaran yang baik, kalau memang harus berdebat maka bedebatlah dengan cara yang lebih baik, jangan memaki-maki, jangan menyindir, jangan menjatuhkan orang lain. Dakwah itu adalah argument, bukan sentiment. Dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Dakwah itu merangkul, bukan memukul.
Dalam tafsir sya’rawi dikatakan, bisa jadi orang itupunya ilmu, tapi tidak punya hikmah dan bijaksana. Sedangkan orang yang punya hikmah dan kebijaksanaan, itu jauh lebih tinggi daripada ilmu yang kita miliki. Karena itu, jangan hanya ilmu yang kita miliki, tapi juga ada sikap arif dan bijaksana. Terutama dalam pola-pola komunikasi seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang sangat mencerahkan dan memotivasi kita semua. Semoga kita tetap menjaga kearifan, sikap bijaksana dalam berkomunikasi dan bergaul. Sehingga kita menjadi orang-orang yang mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan ada manfaatnya, mohon maaf atas segala kekurangan.