Irsan Barus, MA.
Salah satu cara Allah menyeleksi orang yang betul-betul beriman atau tidak beriman pada masa Nabi Muhammad adalah peristiwa isra’ dan mi’raj. Ketika itu banyak kaum muslimin yang ragu, merasa tidak percaya, mempertanyakan apa yang dilalui oleh Nabi Muhammad Saw. Yang awalnya mereka beriman, awalnya mereka Islam, awalnya mereka dekat dengan Nabi Muhammad Saw. dengan peristiwa isra’ dan mi’raj ini banyak di antara mereka yang akhirnya keluar dan murtad.
Bahkan mereka menuduh Nabi Muhammad Saw. itu sebagai orang yang gila dan tidak masuk akal apa yang dia katakan. Dan ketika itu muncullah sosok yang sangat luar biasa, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama belakang Ash-Shiddiq itu diperoleh Abu Bakar ketika dia mengatakan “Lebih dari apa yang diucapkan oleh Muhammad itu aku percaya”. Dialah orang yang meyakinkan, dialah orang yang pertama sekali menyatakan percaya apapun yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Saw. walaupun pada masa itu tidak masuk dalam logika manusia biasa.
Jadi, peristiwa isra’ dan mi’raj itu menjadi sebuah peringatan, menjadi sebuah ujian kepada kaum muslimin ketika itu. Apakah mereka masih mempertahankan imannya atau tidak. Orang yang beriman yakin betul bahwa apapun tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tetapi orang yang tidak beriman, maka mereka tidak akan percaya sesuatu yang berada di luar nalar dan logika mereka. Itu hikmah yang pertama.
Hikmah yang kedua, dalam peristiwa isra’ dan mi’raj itu banyak hal-hal yang disaksikan oleh baginda Nabi Muhammad Saw. Dan sebelum Nabi Muhammad Saw. itu dipanggil oleh Allah untuk menghadap menerima perintah sholat, beliau dibersihkan dulu hatinya. Dalam hadits disebutkan, dibelah, dibasuh dengan air zam-zam, setelah itu ditutup kembali. Mungkin bisa dalam makna material, tapi bisa juga dalam makna immaterial. Bahwa yang dimaksud di situ adalah ketika seseorang itu akan diangkat oleh Allah Swt. derajatnya, maka cara pertama yang harus dia lakukan adalah membersihkan hatinya. Orang yang hatinya tidak bersih, orang yang hatinya masih ada bintik-bintik kotoran walau sedikitpun, sangat sulit sekali untuk menjadi orang-orang yang betul-betul diridhoi Allah Swt.
Jadi, kalau kita ingin derajat kita diangkat oleh Allah Swt. cara pertama yang kita lakukan adalah bersihkan hati dulu. Dengan hati yang bersih, bahkan kata imam Asy-Syafi’i ilmu itu akan bisa masuk, kalau kita sebagai mahasiswa, akademisi, dan lain sebagainya. Tetapi kalau hati tidak bersih, bagaimana hebatnyapun metode yang dibuat oleh dosen, bagaimana canggihnyapun kita belajar, berapa banyak bukupun yang kita hafal, ilmu itu tidak akan begitu bermanfaat untuk kita, bahkan akan hilang keberkahannya.
Imam Asy-Syafi’i ketika itu bercerita tentang masalalunya, ketika ia mengadu kepada gurunya yang bernama Waqi’, ia mengatakan, “Wahai guruku, aku sangat sulit untuk menghafal. Ilmu yang aku pelajari itu tidak begitu bermanfaat dan melekat pada diriku. Lalu apa kira-kira masalahnya?”, lalu Waqi’ sang guru mengatakan, “Hendaklah engkau menghilangkan kotoran-kotoran di dalam hatimu dengan menjauhkan maksiat. Karena ilmu itu adalah cahaya dari Allah. Kalau kau ingin mendapatkan cahaya itu, bersihkanlah dulu hatimu dengan menjauhi berbagai maksiat yang ada di muka bumi ini”. Maka dari itu, perlunya kita untuk membersihkan hati.
Yang ketiga, ini adalah sebuah ide besar. Karena waktu itu orang percaya dunia ini datar, bahwa matahari itu yang mengelilingi bumi. Bahwa dunia ini adalah poros dan satu-satunya sumber kehidupan, dan tidak ada alam semesta yang lain. Tetapi dengan turunnya ayat Al-Qur’an ini menunjukkan bagaimana Allah Swt. ingin mengatakan kepada manusia bahwa bumi yang ditempatinya ini hanya bagian kecil dari alam semesta yang diciptakan oleh Allah Swt. Dengan ayat isra’ dan mi’raj inilah, maka banyak ilmuwan-ilmuwan muslim mau meneliti ilmu-ilmu astronomi. Mau meneliti ilmu-ilmu geografi, dan mau meneliti bagaimana ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pesawat terbang dan lain sebagainya. Maka tokoh-tokoh muslim ketika itu, dengan inspirasi ayat dari isra’ mi’raj ini meyakini dengan firman Allah itu bahwa ternyata ada alam lain, ada tempat lain, ada planet lain, ada bintang lain di muka bumi ini yang Allah ciptakan untuk kita pelajari dan kita teliti.
Bahkan di dalam surat Ar-Rahman ayat 33 itu Allah mengatakan yang kurang lebih artinya, “Kalau manusia itu sanggup untuk melampaui dan sanggup untuk mencapai tujuh petala langit, maka hendaklah dia mengusahakan itu. Tetapi dia tidak akan bisa mengusahakan itu kecuali dengan ilmu pengetahuan”. Maka ulama Islam ketika itu berbondong-bondong mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan antariksa dan lain sebagainya. Walaupun saat ini yang diakui atau yang disebut sebagai penemu-penemu dari ilmu-ilmu antariksa itu adalah orang-orang yang non-muslim. Tetapi dasarnya itu adalah orang-orang muslim.
Terakhir, bahwa dalam kisah isra’ dan mi’raj itu Allah Swt. dalam sebuah hadits disebutkan, ketika itu Nabi Muhammad menjadi imam dari Nabi-nabi sebelumnya. Ada Nabi Adam, sampai bahkan Nabi Idris, Ibrahim, dan Nabi Muhammad itu menjadi imam ketika itu. Ini menunjukkan kepada kita bahwa saat ini dan di masa yang akan datang, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. itulah Islam yang sudah paripurna. Adapun ajaran-ajaran Nabi-nabi sebelumnya itu hanya bagian dari yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Saw.
Nabi mengatakan dalam haditsnya, aku ini ibarat sebuah batu bata yang Allah turunkan ke muka bumi ini untuk menyempurnakan sebuah dinding yang masih kosong. Di situlah aku ditempatkan dan penempatanku itulah yang membuat ajaran-ajaran Nabi sebelumnya menjadi sempurna. Dan banyak sekali ajaran-ajaran Nabi-nabi sebelumnya yang memang tidak sesuai lagi dengan konteks kita saat ini. Maka oleh Nabi Muhammad Saw. wahyu yang diberikan Allah disempurnakanlah itu menjadi sesuatu yang universal dan sesuai dengan fitrah manusia yang ada saat ini dan di masa yang akan datang. Contoh misalnya pada Nabi-nabi sebelumnya beribadah itu pada tempat-tempat tertentu dan pada waktu-waktu tertentu. Tetapi pada Nabi Muhammad Saw. tempatnya tidak ditentukan, hanya ada beberapa persyaratan yaitu suci bersih daripada najis.
Bahkan di dalam sebuah riwayat disebutkan, pada masa Nabi Musa As. ketika seseorang terkena najis pakaiannya, maka pakaian itu tidak layak lagi digunakan untuk beribadah. Dan tidak boleh dibasuh ketika itu. Pakaian itu harus digunting, harus dibuang, dan di bagian yang lain, yang tidak kena najis itulah yang bisa digunakan untuk bersuci. Bayangkan kalau itu terjadi pada kita. ketika kita sholat tiba-tiba jatuh kotoran cicak. Bagaimana sulitnya kita untuk memotong dulu, menjahit kembali, baru kita bisa gunakan untuk sholat. Tetapi pada Nabi Muhammad cukup dibasuh, dicuci, dengan cara menentukan najis apa dia. Kalau najis ringan, cukup dipercikkan. Kalau najis pertengahan, harus dibasuh dengan hilang bau, warna dan rasanya. Kalau najis berat, harus disamak menggunakan enam air bersih dan satu kali air bercampur dengan tanah, dan itu mudah sekali. Bayangkan kalau harus menggunting, harus membawa pisau kita kemana-mana kalau terkena najis.
Itulah hal-hal yang mungkin Allah berikan kemudahan kepada Nabi Muhammad dan umatnya untuk bisa kita amalkan. Dan itulah sekelumit hikmah dari isra’ dan mi’raj. Mudah-mudahan kita semua bisa menjadikan isra’ dan mi’raj menjadi pelajaran yang luar biasa dalam kehidupan kita ini, bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu adalah ajaran yang sempurna secara universal, dunia dan akhirat, dari buaian sampai liang lahat, dari manapun kita berada, tidak pandang suku, tidak pandang bangsa, semuanya sesuai mengamalkan ajaran Islam.