Mengundang
Seluruh Dosen, Pegawai, Mahasiswa Dan Civitas Akademika Universitas Medan Area
Dalam Acara:
SHALAT TAHAJJUD, ZIKIR DAN DOA BERSAMA
PADA:
Hari: Jum’at Malam Sabtu
Tanggal: 27 Juli 2018, PUKUL: 20.00 – 05.30 WIB
Penceramah : Ust. Suhtan Syahrir, MA / Dr. Syarbaini Tanjung
Tempat: MASJID TAQWA UMA KAMPUS – I
Jalan H. Agus Salim Siregar 1 Medan Estate
Agenda Tertib Acara :
No. | Acara | Waktu |
1. | Shalat Isya Berjama’ah | 19.30 – 20.00 |
2. | Makan Malam Bersama | 20.00 – 21.30 |
3. | Bincang – bincang Tentang Agama | 21.30 – 00.00 |
4. | Istirahat | 00.00 – 03.30 |
5. | Shalat Tahajjud Berjama’ah | 03.30 – 04.30 |
6. | Dzikir dan Doa Bersama | 04.30 – 05.00 |
7. | Sholat Subuh Berjama’ah | 05.00 – 05.30 |
8. | Penutup dan Sarapan | 05.30 – 07.00 |
MARI MENDIDIK AKHLAK BERBASIS IMAN
- Pengertian AkhlakKata akhlak dari segi etimologis (asal-usul bahasa) berasal dari bahasa arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “khuluq” yang berarti karakter, budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Khusus kata khuluq terdapat dalam Al-Qur’an yang menyebut karakter Nabi Muhammad Saw, sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung “Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki khuluq (budi pekerti) yang agung” (QS. Al-Qalam, 68: 4)Selain itu, kata akhlak juga seakar dengan khalaqa yang artinya menciptakan. Khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Jadi, secara tidak langsung pengertian akhlak selain berarti karakter, budi pekerti, juga merupakan cerminan dari fitrah penciptaan manusia. Maksudnya, ketika diciptakan oleh khaliq pada dasarnya manusia memiliki fitrah yang suci, terpelihara murni dan bersih dari berbagai noda dan sifat buruk yang dapat merusak jati dirinya, serta dari prilaku mengganggu atau mencederai ketenteraman hidup orang lain.Dengan demikian orang yang berakhlak baik berarti orang yang selalu menjaga kebersihan dan kebeningan hati, memelihara perangai atau karakter dalam keadaan suci dan tetap prima sebagaimana asal penciptaannya. Menjadikan diri senantiasa mampu menghindar dari tingkah laku buruk dan tercela. Allah berfirman : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan-nya dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya” (QS. As-Syams, 91: 9-10).Selain itu, karakter akhlak tersebut harus terus ditumbuhkembangkan sehingga menjadi orang yang berakhlak luhur sesuai dengan harapan Rasulullah Saw, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad).Perlu ditegaskan di sini bahwa selain kata akhlak juga sering kita temukan kata moral dan etika. Walaupun secara umum, pengertiannya hampir sama namun secara khusus berbeda. Akhlak mempunyai standar nilai ajaran yang bersumber pada al-Qur’an dan As-sunnah. Sedangkan etika berstandarkan nilai akal pikiran semata. Sementara itu moral berstandarkan nilai adat atau kebiasaan masyarakat.Dari pengertian etimologis di atas dapat ditegaskan bahwa belajar akhlak adalah belajar bagaimana mengolah dan menumbuhkembangkan kepribadian manusia yang sejatinya memiliki fitrah yang suci (hanif), agar tetap terpelihara dengan baik sejalan dengan perkembangan fisik dan jiwanya sepanjang hidup. Terpelihara dari noda tingkah laku dosa/maksiat yang dapat merusak jati dirinya sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabatnya yang lurus (hanif).Belajar akhlak berarti belajar memahami dan mencari penjelasan tentang arti baik dan buruk, secara operasional ialah belajar untuk dipraktikkan bagaimana seharusnya bertingkah laku dan bersikap ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Nilai-nilai dan norma karakter apa saja yang harus ditegakkan dalam tata perilaku seseorang dan pergaulannya dengan orang lain juga dengan alam lingkungannya. Selain itu juga, bagaimana menjaga kelanggengan hubungannya dengan Allah Swt terpelihara dengan baik selaku dirinya sebagai abid (taat beribadah) terhadap Allah yang menjadi ma’bud-nya (sembahannya).Belajar akhlak berarti belajar mendidik diri “apa yang harus” dilakukan dan bagaimana harus bersikap di tengah percaturan hidup agar proses kemajuan pembangunan dan pemeliharaan keutuhan bangsa dapat berlangsung secara baik dan harmonis demi menggapai kebahagiaan dan kemakmuran bersama.
- Pengembangan Akhlak Berbasis ImanAllah Swt menciptakan manusia dengan organ tubuh yang nyaris sempurna. Selain itu, Allah Swt juga telah menganugerahkan fitrah yang hanif kepada manusia sebagaimana firman-Nya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum : 30). Menurut ahli tafsir makna fitrah di atas adalah suatu kondisi rohani di mana Allah menciptakan menusia sebagai insan yang memiliki dasar watak yang baik. Memiliki persiapan mental untuk menghadapkan dirinya berjalan atas jalur kebenaran Dinullah (Islam) yang hanif. Keberadaan fitrah dalam dirinya membuat seseorang mudah terbuka hati untuk menerima hidayah Allah sebagai petunjuk dan pedoman hidup yang paling benar. (Lihat QS. Isra’ [17] : 9). Mengamalkannya dapat mendatangkan ketenteraman hidup lahir batin. (Lihat QS. Thaha [20] : 1-2). Kedekatan hati dengan al-Qur’an sekaligus mengingatkan dirinya kepada pengakuan sumpah atau janji suci yang pernah diikrarkan di alam barzah bahwa ia beriman kepada Allah sebagai Rabb-nya. (Lihat QS. Al-A’raf : 172). Dengan demikian kita menjadi lega karena telah menunaikan janji setia dengan penuh kecintaan kepada Allah yang membuat hati terbelai oleh rasa manisnya iman yang merasuk sukma.Di atas fitrah yang bernuansa iman tersebut perlu dibangun empat macam potensi dasar, yaitu
- Potensi Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinesthetic Development)
- Potensi Olah Pikir (Intellectual Development)
- Potensi Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity)
- Potensi Olah Hati (Spiritual Emotional Development)
Melalui pengembangan potensi tersebut, lahirlah berbagai karakter akhlak yang diperlukan dalam menjawab tantangan hidup secara berhasil dan dapat meraih keberuntungan nasib sebagaimana firman Allah.
“Dan demi jiwa, serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”. (QS. Asy-Syam [91] : 7-10). Maksudnya orang yang cerdas mengasah kesucian jiwa dan mampu menumbuhkembangkannya dengan berbagai amal ibadah yang memperkuat keimanan dan ketakwaannya. Merekalah orang yang beruntung dan meraih nasib baik dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Keimanan dan ketakwaan harus menjadi fondasi dalam memproses keempat potensi tersebut untuk melahirkan berbagai karakter luhur dan handal. Misalnya :
- Keimanan kepada Allah akan menempa seseorang melalui empat potensi tersebut menjadi orang yang berakhlak penuh integritas. Ia akan selalu tunduk dan patuh beribadah kepada Allah. Penuh keyakinan dalam menghadapi badai kehidupan bahwa selama ia berjalan di shiratol mustaqim, maka pasti Allah akan membri hidayah kepada-Nya sebagaimana firman: “ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-A’nkabut [29] : 69). Ia menjalankan perintah Tuhan dengan penuh komitmen dan istiqomah selalu setia memenangkan jalan Allah dan selalu mencari rida-Nya pada segenap aspek kehidupan yang dijalaninya.
- Keimanan kepada al-Qur’an akan mendorong seseorang untuk selalu mencintai kebenaran sesuai petunjuk al-Qur’an menjadikan dirinya orang yang tidak mudah terkecoh oleh rayuan dan godaan setan. Ia memiliki kemampuan pengendalian diri sehingga tidak mudah menghumbar hawa nafsu. Malah ia mampu mengarahkan hawa nafsunya ke arah yang positif dan berguna bagi masa depan.
- Dengan keimanan kepada malaikat dan hari akhirat, ia akan menjadi pribadi yang jujur karena menyadari dirinya di bawah pengawasan malaikat Kiraman Katibin. Ia akan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang haram. Yakin segala kebaikan yang dilaksanakan di dunia ini akan memperoleh pahala yang berlipat ganda di akhirat. Kalaupun ada kesalahan yang dilakukan di dunia, ia yakin Allah akan menghisabnya secara adil dan sesuai janji-janji-Nya.
Inilah contoh yang dimaksud dengan pengembangan akhlak berbasis iman. Semoga diri dan keluarga kita dapat memanfaatkan kesempatan menghadiri kegiatan ibadah Shalat Tahajjud, Zikir dan Doa Bersama guna mengembangkan akhlak yang luhur sehingga dapat memperoleh kedudukan derajat yang tinggi di sisi Allah. “Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal [8] : 4).