Kamis, 31 Agustus2017
Oleh Ust. H. Ismet Junus, LMP, SDE

Istiqomah dalam Beribadah di Jalan Allah (Part 2)

Ketakutan kelaparan membuat orang bisa menjadi pencuri. Ketakutan miskin membuat orang jadi koruptor. Ketakutan kelaparan bahkan bisa membuat orang jadi pembunuh. Cobaan-cobaan itu dating silih berganti. Modal kita adalah istiqomah di jalan Allah. Istiqomah untuk senantiasa taat di jalannya.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat, 41: 30)

Marilah kita istiqomah senantiasa di jalan Allah dalam keadaan apapun. Mudah-mudahan Allah akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita.

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. An-Naml, 14: 7)

Orang yang istiqomah tidak pernah takut terhadap segala sesuatu yang menimpa mereka. Mereka percaya bahwa Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi mereka, walaupun mungkin di mata manusia lain mereka dianggap mendapatkan suatu musibah atau kesusahan.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf, 46: 13-14)

Rabu, 30 Agustus2017
Oleh Ust. Muhammad Irsan Barus

Bersedekah di tengah kekurangan

Seseorang bertanya kepada Biil Gates. “Adakah orang yang lebih kaya dari dirimu”? Bill Gates menjawab, “Hanya satu orang.”Beberapa tahun yang lalu ketika aku belum sekaya ini, aku pergi ke Bandara New York. Di sana aku tertarik untuk membaca sebuah surat kabar, tetapi ternyata uangku tidak cukup. Tiba-tiba seorang kulit hitam memanggil saya dan mengatakan,” Koran ini untuk Anda.”

Aku berkata, “Tetapi uangku tidak cukup.” “Tidak masalah, aku memberikan Anda gratis.

Setelah 3 bulan, aku pergi lagi ke bandara New York. Secara kebetulan cerita itu terjadi lagi, anak yang sama memberiku koran gratis. Aku bilang aku tidak bisa menerimanya. Lalu ia berkata, “ Aku akan memberimu keuntungan dan dari apa yang telah aku lakukan.”

Setelah lewat 19 tahun aku sudah kaya dan aku memutuskan untuk menemui anak itu. Aku menemukannya setelah satu setengah bulan mencarinya. Aku bertanya padanya, “Kau kenal aku?” Dia bilang, “Ya, kau terkenal. Namumu Bill Gates.”

Aku bilang, “Beberapa tahun yang lalu kau memberiku surat kabar gratis 2 kali, sekarang aku ingin mengimbangimu. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan.” Pemuda kulit hitam itu menjawab, Anda tidak dapat mengimbangiku”. Aku tanya kenapa? Dia berkata: “Karena aku memberimu ketika aku miskin sedangkan Anda ingin memberi saya ketika Anda kaya. Jadi bagaimana Anda bisa mengimbangiku?

Orang yang luar biasa adalah orang yang mampu tetap berbuat kebaikan dalam kondisi apapun. Bersedekah misalnya, keistimewaan orang tersebut diukur dari kemampuannya tetap konsisten memberikan sedekah walau ketika ia tiada atau tidak berkecukupan. Itulah sebabnya, maka pahala orang bersedekah itu dihitung berdasarkan tingkat kesulitan yang ia rasakan dalam melakukan kebaikan sedekah.

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran, 3: 134)

Bila orang kaya mengeluarkan sedekah itu hal biasa dan memang seharusnya. Namun jika orang miskin yang bersedekah, di tengah ketiadaannya ia masih mampu berbagi, maka itulah orang yang luar biasa.

Oleh karena itu, marilah kita membiasakan diri untuk berbagi dengan orang lain. Pun nanti kebiasaan itu tetap kita lakukan walaupun dalam kesusahan. Sebab, iman adalah motivasi terbesar dan rida Allah adalah cita-cita sejati kita.

Senin, 29 Agustus 2017
Oleh Ust. Kharil Azmi Nasution

Sejarah Qurban

“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Al-Baqarah, 2: 36)

Setelah Adam dan istrinya turun ke dunia, mereka memiliki banyak anak. Untuk membangun perabadan, diperintahkanlah Qabil sebagai anak tertua untuk menikahi saudara kembar Habil. Ternyata Qabil merasa bahwa perintah tersebut tidak adil karena ia menganggap bahwa Habil mendapatkan pasangan yang lebih baik dari dirinya. Inilah salah satu pemicu kecemburuan Qabil kepada Habil.

Setelah itu, mereka diperintahkan untuk berqurban. Qabil sebagai petani mengurbankan hasil pertanian yang buruk kepada Allah. Sementara Habil sebagai seorang peternak memberikan hewan terbaik untuk diqurbankan. Ternyata qurban yang diterima adalah miliki Habil. “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Maidah, 5: 27)

Syariat berqurban juga diperintahkan Allah kepada Nabi Ibrahim. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian.” (QS. Ash-Shaafat, 37: 102-108)

Kepada Nabi Muhammad syariat berqurban dijelaskan pada surah al-Kautsar.  Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (QS. Al-Kautsar, 108: 1-2)

Qurban secara istilah artinya dekat dan suatu amalan yang mendekatkan diri kepada Allah. Ada beberapa hal yang disunnahkan untuk orang yang berqurban.

Rasulullah bersabda, “ Apabila telah masuk sepuluh (hari pertama bulan Dzulhijjah), salah seorang di antara kalian ingin berqurban, maka janganlah sedikitpun ia menyentuh (memotong) rambut (bulu) nya dan mengupas kulitnya.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Senin, 28 Agustus 2017
Oleh Ust. M. Irsan Barus

BAHLUL

“Bahlul” adalah kata yang biasa kita gunakan untuk mensifati orang yang bodoh, tapi tahukan dari mana asal kata itu?

Sesungguhnya bahlul seorang yang dikenal sebagai orang gila di zaman Harun Al-Rasyid (Dinasti Abbasiyah). Pada suatu hari Harun Al-Rasyid lewat di pekuburan, dilihatnya bahlul sedang duduk di sana. Berkata Harun Al-Rasyid kepadanya: “Wahai Bahlul, kapankah kamu akan berakal/sembuh dari gila? Mendengar itu Bahlul beranjak dari tempatnya dan naik ke atas pohon, lalu dia memanggil Harun al-Rasyid dengan sekuat suaranya dari atas pohon. “Wahai Harun yang gila, kapankah engkau sadar?” Maka Harun Al-Rasyid menghampiri pohon dengan menunggangi kudanya dan berkata: “Siapa yang gila, aku atau engkau yang selalu duduk dikuburan…?”

Maka Harun Al-Rasyid menghampiri pohon dengan menunggangi kudanya dan berkata: “Siapa yang gila aku atau engkau yang selalu duduk di kuburan?”

Bahlul berkata: “Aku berakal dan engkau gila.”

Harun: “Bagaimana itu bisa…”?

Bahlul: “Karena aku tau bahwa istanamu akan hancur dan kuburan akan tetap ada, maka aku memakmurkan kubur sebelum istana, dan engkau memakmurkan istanamu dan menghancurkan kuburmu, sampai-sampai engkau takut untuk dipindahkan dari istanamu ke kuburanmu, padahal engkau tahu bahwa pasti masuk dalam kubur, maka katakanlah wahai Harun siapa yang gila di antara kita?

Bergetarlah hati Harun, lalu menangis. “Demi Allah engkau yang benar. Tambahkan nasihatmu untukku wahai Bahlul!”

“Cukup bagimu al-Qur’an, maka jadikanlah pedoman.” Kata Bahlul.

Harun: “Apa engkau memiliki permintaan wahai Bahlul…? Aku akan penuhi.”

“Iya aku ada permintaan.

  1. Tambahkan umurku
  2. Jaga aku dari malaikat maut
  3. Masukkan aku ke dalam surga”

Harun: “Aku tak mampu.”

Bahlul: “Ketahuilah bahwa engkau dimiliki (seorang hamba) dan bukan pemilik (Tuhan), maka aku tidak perlu padamu.”

Kamis, 24 Agustus 2017
Oleh Ust. H. Ismet Junus, LMP, SDE

Ciri Orang yang Mendapatkan
Ketenangan Jiwa

Ada ciri-ciri yang dimiliki orang yang mendapatkan ketenangan jiwa. (1) mereka rida kepada Allah; dan (2) Allah rida dengan keadaan mereka. Hal ini dipertegas oleh Allah:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah, 98: 7-8)

Rida kepada Allah maksudnya adalah bahwa apa yang ia lakukan hanya mengharap rida Allah. Sebagaimana doa yang sering dibacakan, Allahumma innii as aluka ridaaka wal jannah wa nauzhu bika min shakhotika wan naar. (Ya Allah hanya rida-Mu yang aku harap, dan aku berlindung dari neraka-Mu.

Doa lain yang juga sering dibaca adalah “Allahumma inni as aluka nafsaan bika muthma-innah tu’minu biliqoo-ika wa tardhoo bi qodhooika wa taqna’u bi athooika. (Ya Allah aku memohon pada-Mu jiwa yang merasa tenang pada-Mu, yang yakin akan bertemu dengan-Mu, yang rida dengan ketetapan-Mu, serta yang merasa cukup dengan pemberian dari-Mu” (HR. Thabrani).

“Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami, dan kokohkanlah pendirian Kami dan tolonglah Kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah, 2: 250)

Orang yang mendapat rida Allah akan dikirim dua malaikat. Mereka membawa kabar gembira bahwa orang tersebut akan diberikan surga.

Kita rida dengan ketentuan Allah dan percaya bahwa Tuhan itu Maha Adil. Walaupun di dunia ia kita sering terzalimi, kita percaya bahwa di akhirat nanti Allah akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya. Selain itu, rida juga mengandung di dalamnya keikhlasan. Ikhlas terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan kepada kita. Oleh karena itu, jangan gara-gara kita merasa dizalimi, lantas kita membalas dan akhirnya mencari jalan yang salah untuk menyelesaikan masalah. Betapa merugi kita dihadapan Allah di hari kiamat kelak.

Mudah-mudahan kita menjadi orang yang diridai Allah.

Rabu, 23 Agustus 2017
Oleh Ust. Drs. Kemal Fauzi

Bersedekah Secara Sembunyi

“…Dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (HR. Bukhari)

Bersedekah merupakan salah satu pekerjaan utama. Pada hadis di atas salah satu orang yang mendapatkan naungan adalah orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi. Bersedekah adalah pekerjaan yang utama. Niat yang baik dalam bersedekah seperti firman Allah, “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan, 76: 9)

Berdasarkan ayat tersebut kita dilarang untuk mengharapkan sesuatu ketika bersedekah. Jika kita berharap di waktu memberi sedekah itu balasan yang lebih banyak dari Allah, maka pada hakikatnya sedekah itu sudah berkurang keikhlasannya. Seperti jika suatu ketika seseorang pernah membantu orang lain di waktu orang susah. Lalu orang yang dibantu itu sukses, maka ia tidak boleh mengupat. Apalagi ketika itu berganti posisi, ia yang meminta bantuan kepadanya, tetapi tidak mau membantu, maka kadang-kadang akan timbul sebuah penyesalan. Setan akan membisikkan kata-kata yang tidak upatan. “Kalau bukan karena aku, mungkin dia tidak akan sukses seperti saat sekarang ini.” Bisikan-bisikan setan seperti inilah yang akan menghancurkan pahala sedekah.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah, 2: 264)

Sering kali nilai sedekah rusak karena riya yang bercokol di dalam hati. Maka oleh karena itu, kalau perasaan riya tersebut sering datang, alangkah baiknya jika sedekah dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Bersedekah itu seperti mengirim surat. Ketika mengirim surat sejatinya kita harus berterima kasih kepada tukang pos yang telah menyampaikan surat tersebut kepada alamat yang dituju. Begitu juga sebaiknya orang yang bersedekah itu harus berterima kasih kepada fakir miskin karena telah menyampaikan harta yang kita miliki menjadi pahala. Jika orang miskin tidak ada, maka bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan pahala sedekah.

Nanti ketika menjelang hari kiamat orang-orang tidak akan mau lagi menerima sedekah. Orang sibuk dengan dirinya sendiri-sendiri. “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Al-Zalzalah, 99: 1-6)

Selasa, 22 Agustus 2017
Oleh Ust. Dr. Zainal Arifin, Lc. MA

Tafsir QS.Thaha, 20: 77-82

  1. dan Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”.

Terlihat aneh dan tidak masuk akal_laut terbelah dengan tongkat, tapi perintah Allah yang terkesan demikian malah jika diikuti sangat mungkin itu terjadi.

  1. Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.

Jauh dari Allah dengan menjadikan dunia sebagai tujuan untuk dikejar, hanya akan membuat manusia hanyut dalam ombak dunia yang semu.

  1. dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.

Sudah menjadi tugas para raja dan para pemimpin untuk membimbing rakyatnya ke jalan yang benar. Tetapi sebaliknya, orang yang jahat di antara mereka malah menyesatkan kaum mereka hingga membuat semua binasa.

  1. Hai Bani Israil, Sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, dan Kami telah Mengadakan Perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa.

Allah Mahakuasa dan Penyayang, dengan kasih dan sayang-Nya, Dia memberi kehidupan dan menginginkan keselamatan bagi manusia.

  1. makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka sesungguhnya binasalah ia.

Berlebihan dalam segala hal tidak baik, walaupun halal dan disyariatkan. Berlebihan itu dapat membinasakan dan membunuh.

  1. dan Sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.

Tiga syarat diterima ampunan dan jalan untuk mendapatkan petunjuk: (1) bertobat, (2) beriman dan (3) berbuat baik. Iman sifatnya internal, sedangkan kebaikan sifatnya eksternal.

Rabu, 16 Agustus 2017
Oleh Ust. H. Ismet Junus, LMP, SDE

Muslim Rabbani

Umat Islam saat ini beragam bentuk, aliran dan organisasi. Bahkan banyak dalam Islam, umatnya masuk aliran sesat. Satu sisi ada Islam yang sangat ekstrim. Bahkan sangat fanatik sehingga orang Islam yang lain dianggap kafir dan sesat bagi mereka. Pada sisi yang lain ada pula umat Islam yang lebih mementingkan merek daripada aplikasi dalam kehidupan nyata. KTP-nya menunjukkan identitas keislamannya, tetapi perilaku dan sikapnya sangat jauh dari nilai-nilai Islam.

Untuk itu, sebagai seorang muslim kita tidak boleh salah dalam memahami ajaran Islam. Islam yang kita pilih adalah Islam rabbani. Kita harus menjadi muslim rabbani. Muslim yang senantiasa menjadikan Allah dan rasul-Nya sebagai panutan dalam segala aspek.

Islam rabbani itu adalah Islam yang lurus sesuai yang kita doakan 17 kali sehari semalam. ”Tunjukilah Kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah, 1: 6-7).

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran, 3: 79)

Untuk menjadi manusia yang rabbani salah satu syaratnya adalah mendapatkan ketenangan hati. Hati yang tenang dapat diperoleh dengan mentadabbur ayat-ayat al-Qur’an. Banyak umat Islam saat ini belum tenang karena mereka jauh dari al-Qur’an. Di tambah lagi pengamalan Islamnya belum menyentuh ke dalam sanubari mereka. Untuk mendapatkan ketenangan hati butuh pembiasaan-pembiasaan semenjak kecil. Bahkan dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa bayi dalam kandungan telah bisa merespon apa yang dirasakan ibunya. Oleh karena itu, marilah semenjak bayi kita biasakan anak-anak kita dekat dengan al-Qur’an sehingga ketika dewasa, mereka dekat dengan al-Qur’an dan pada akhirnya menjadi muslim rabbani.  

Selasa, 15 Agustus 2017
Oleh Ust. Dr. Zainal Arifin, Lc. MA

Tafsir QS.Thaha, 20:70-76

  1. lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: “Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa”.

Mukjizat dan Alqur’an itu sudah cukup bagi penyihir dan manusia untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa

  1. berkata Fir’aun: “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka Sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan Sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya”.

Segala kepalsuan dan penipuan akan binasa.

  1. mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada Kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.

Iman menumbuhkan kekuatan. Prinsip hidup mukmin: “sehebat apapun manusia, hanya terbatas di dunia yang fana ini dan itu tidak lama.

  1. Sesungguhnya Kami telah beriman kepada Tuhan Kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan Kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada Kami melakukannya. dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)”.

Kekuatan iman itu membahagiakan, (1) Dia Maha Pengampun, (2) Maha Baik, (3) Kekal, tapi bagi kafir keberadaan-Nya itu menyengsarakan.

  1. Sesungguhnya Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan berdosa, Maka Sesungguhnya baginya neraka Jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.

Menjadi mukmin mengajak manusia lain untuk beriman, agar semua dapat menikmati manisnya iman.

  1. dan Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, Maka mereka Itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang Tinggi (mulia),

Mukmin adalah manusia mulia jika tetap berbuat baik di segala lini kehidupan.

  1. (yaitu) syurga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. dan itu adalah Balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).

Pemberian Allah jauh lebih besar nilainya dibandingkan dengan apa yang dijanjikan Fir’aun atau manusia. Bahkan pemberian Allah tidak dapat dibandingkan dengan pemberian siapa pun.

Senin, 14 Agustus 2017
Oleh Ust. Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA

KEJUJURAN MUBARAK

Kejujuran adalah salah satu sifat yang harus kita miliki. Kejujuran juga menjadi salah satu sifat yang wajib melekat pada diri nabi dan rasul, yaitu sifat siddik. Ada sebuah cerita yang menarik mengenai kejujuran. Cerita ini berkaitan dengan seorang Ayah dari ulama terkenal yaitu Abdullah bin Mubarak.

Belasan tahun sesudah abad pertama, Mubarak masih menjadi seorang budak. Ia ditugasi tuannya untuk menjaga buah delima. Bertahun-tahun Mubarak menjadi penjaga kebun delima itu. Suatu hari majikannya datang ke kebun itu dan meminta diambilkan delima yang manis. Mubarak mengambil salah satu buah delima, tetapi majikannya tidak berkenan saat mencicipinya. “Ini masam, Mubarak,” katanya dengan nada kecewa, “Carikan yang manis.”

Mubarak mengambil buah kedua. “Ini juga masam, carikan yang manis! “ kata itu kembali meluncur dari sang majikan setelah ia mencicipinya. Mubarak mengambil buah delima ketiga. Lagi-lagi, wajah majikan menandakan raut muka kecewa setelah memakannya. “Ini masam, Mubarak. Apakah kau tidak bisa membedakan buah delima yang manis dan buah delima yang masam?”

“Saya tidak dapat membedakannya, tuan. Sebab saya tak pernah mencicipinya?” Mendengar jawaban itu, alangkah herannya sang majikan. “Kau tidak pernah mencicipinya? Padahal kau sudah bertahun-tahun aku tugaskan menjaga kebun ini” “Iya tuan. Engkau menugaskan aku untuk menjaganya, bukan untuk mencicipinya. Karenanya aku tidak berani mencicipinya walaupun satu buah,” jawab Mubarak.

Sang majikan tidak jadi marah. Persoalan tidak mendapatkan delima yang manis terlupakan begitu saja. Yang ada kini hanya kekaguman. Ia kagum dengan kejujuran penjaga kebunnya. Belum pernah ia mendapati seseorang yang lebih jujur dan memegang amanah melebihi budak di hadapannya.

“Wahai Mubarak, aku memiliki putri yang belum menikah, “Kata sang majikan mengubah topik pembicaraan, “menurutmu, siapakah yang pantas menikah dengan putriku ini”?

“Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putrinya atas dasar keturunan, “jawab Mubarak, Orang-orang Yahudi menikahkan putrinya atas dasar harta dan kekayaan. Orang-orang Nasrani menikahkan putrinya atas dasar ketampanan. Orang-orang Muslim menikahkan putrinya atas dasar agama.”

Jawaban ini semakin membuat sang majikan kagum dengan Mubarak. Dan selang beberapa waktu Mubarak dipilih olehnya menjadi menantu. Ia nikahkan Mubarak dengan putrinya dan dari pernikahan mereka lahirlah Abdullah bin Mubarak pada tahun 118 H.

Kejujuran Mubarak menjadi inspirasi bagi kita. Semoga karakter kejujuran ini bisa kita internalisasikan dalam diri kita sehingga menjadi kepribadian yang melekat dan membentuk jati diri.

Kamis, 10 Agustus 2017
Oleh Ust. H. Ismet Junus, LMP, SDE

Zikir dan Ketenangan Jiwa

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas (tenang) lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr, 89: 27-30)

Berdasarkan ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang memiliki jiwa yang tenang akan kembali kepada Tuhannya dalam keadaan diridai. Pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk mendapatkan jiwa yang tenang tersebut. Jawabnya adalah dengan banyak berzikir kepada Allah. Zikir dalam berbagai pengertian, yaitu (1) zikir dengan makna mengingat Allah pada QS. Al-Jumuah; 10; (2) zikir dengan makna menyebut QS. Al-A’raf; 205; (3) zikir dalam makna al-Qur’an QS. An-Nahl; 44; (4) zikir dalam makna ilmu QS. An-Nahl; 43; dan (5) zikir dalam makna shalat QS. Thaha; 14.

Allah dengan tegas mengatakan bahwa zikir menjadi salah satu cara untuk mendapatkan ketenangan jiwa.

(“Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d, 13: 28)

Sering kali ketenangan batin tidak kita dapatkan karena kita lebih mementingkan kehidupan duniawi. Amal ibadah yang kita lakukan lebih mengharap materi ketimbang keridaan Allah. Padahal Allah dengan tegas mengatakan,

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah, 2: 152)

Rabu, 09 Agustus 2017
Oleh Ust. Drs.H. Kemal Fauzi

7 Golongan yang mendapat naungan dari Allah SWT

Pada hari di kumpulkannya manusia di padang Mahsyar, tidak ada nauangan melainkan naungan dari Allah SWT, diantaranya yaitu :

  1. Imam yang adil
  2. Pemuda-pemuda, pemudi-pemudi tumbuh menjadi dewasa dan taat kepada Allah
  3. Orang yang hatinya tergantung (senang, suka) ke masjid
  4. Dua orang yang saling mencintai persahaban itu karna Allah dan berpisah karna menjalankan perintah dari Allah
  5. seorang laki-laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan, lalu mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Allah.

 Untuk sementara 2 golongan yang terakhir akan di bahas dalam pertemuan tausiah selanjutnya oleh Bapak Drs. H. Kemal Fauzi

Senin, 07 Agustus 2017
Oleh Khairil Azmi Nasution, MA

Hadis qudsi tentang membantu
orang lain

“Barang siapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan barang siapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Dan barang siapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Tidak tepat kita memilih dan memilah dalam memberikan sedekah. Karena tidak ada sedekah yang salah sasaran. Hal ini bisa dimaknai dari hadis Nabi Saw. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam berkata,: “Ada seorang laki-laki berkata,: Aku pasti akan bershadaqah. Lalu dia keluar dengan membawa shadaqahnya dan ternyata jatuh ke tangan seorang pencuri. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan shadaqahnya kepada seorang pencuri. Mendengar hal itu orang itu berkata,: “Ya Allah segala puji bagiMu, aku pasti akan bershadaqah lagi”. Kemudian dia keluar dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan shadaqahnya kepada seorang pezina. Maka orang itu berkata, lagi: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pezina, aku pasti akan bershadaqah lagi. Kemudian dia keluar lagi dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan shadaqahnya kepada seorang yang kaya. Maka orang itu berkata,: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya. Setelah itu orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya: “Adapun shadaqah kamu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya, sedangkan shadaqah kamu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali dan shadaqah kamu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan pelajaran baginya agar menginfaqkan harta yang diberikan Allah kepadanya”. (HR. Bukhari)

Kamis, 03 Agustus 2017
Oleh Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA

Berbuatlah yang Terbaik

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al-Isra’ 17: 7)

Seorang kakek telah mengabdikan hidupnya disebuah perusahaan properti selama lebih dari 20 tahun. Setiap tahun sang kakek ini terpilih menjadi karyawan terbaik di tinjau dari berbagai aspek. Dari aspek kejujuran, motivasi, hasil kerja, ketekunan dan berbagai aspek lainnya sang kakek dipilih oleh direksi untuk menjadi karyawan terbaik di perusahaan tersebut. Sang kakek adalah inspirasi bagi pegawai lain untuk menjadi karyawan terbaik.

Indikasi penyematan karyawan terbaik untuk kakek salah satunya adalah bahwa setiap ada orang yang ingin dibangunkan rumah atau sebuah bangunan, orang tersebut akan menyebutkan nama sang kakek sebagai arsiteknya. “Aku ingin membangun rumah, tapi aku mau si fulan yang jadi kepala tukangnya. Aku dapat rekomendasi dari teman-teman yang udah pernah dikerjakan si fulan itu, “ Ujar orang yang ingin membangun rumah ke perusahaan properti itu.

Tiba masanya sang kakek ingin pengsiun dari pekerjaannya. Ia ingin menghabiskan hari-harinya bersama anak dan cucu. Disiapkanlah berkas pengunduran diri kepada direktur utama. Ketika menerima surat pengunduran terbaik dari sang kakek, ada raut wajah kecewa dari sang direktur. “Pak kalau memang ini keputusan Bapak, kami tidak bisa lagi menahan. Tetapi keputusan ini tidak bisa saya putuskan sendiri. Kami harus rapat direksi terlebih dahulu,” Ujar Direktur kepada sang kakek.

Seminggu setelah itu, sang kakek pun dipanggil untuk menghadap. Sampai di ruangan, sang direktur pun mengatakan.” Pak, setelah kami rapat kemarin, maka diputuskan bahwa surat pengunduran diri bapak tidak bisa kami proses sebelum Bapak menyelesaikan satu proyek terakhir. Proyek ini berupa rumah yang harus Bapak bangun terakhir kali sebelum bapak mengundurkan diri. Nanti biayanya 1 Miliar, bapak gunakan sebaik-baiknya.”

“Saya udah mau mengundurkan diri, kok mereka malah menyuruh saya untuk kembali bekerja. Ini disuruh pula untuk membangun rumah seharga 1 Miliar. “ Guman sang Kakek dalam hatinya dengan kesal.

Dengan terpaksa sang kakek bekerja kembali. Tetapi karena hatinya kesal, ia membangun rumah tersebut tidak lagi serius. Dananya yang dihabiskan pun tidak sampai separuh dari yang diberikan.

Setelah rumah itu selesai, sang kakek menghadap direktur dan ingin memberikan kuncinya. Sampai di ruangan tanpa basa basi sang direktur mengatakan, “Kek kuncinya tidak usah dikembalikan. Rumah itu kami berikan untuk kakek sebagai balasan atas jasa-jasa kakek bekerja selama ini di perusahaan ini.” Ucap sang direktur dengan sumringah.

Nyatanya terjadi penyesalan yang mendalam di hati sang kakek. “Kenapa dari awal aku tidak tahu kalau seperti ini jadinya. Kalau aku tahu, kan bisa aku bangun rumah itu dengan sebaik-baiknya.”

Saudaraku, marilah kita bekerja dengan sebaik-baiknya. Bekerja dengan seikhlasnya. Bekerja dengan standard operasional prosedur yang telah ditetapkan. Jika bekerja dengan sebaik-baiknya, maka kebaikan itu akan kembali kepada kita. Kita harus menyadari bahwa bekerja itu juga adalah ibadah. 

Selasa, 01 Agustus 2017
Oleh Ust. Khairil Azmi Nasution, MA

Sejarah Zakat

Zakat telah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu. Bagi umat Islam syariat zakat diwajibkan pada tahun ke-8 setelah Rasulullah melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah sebelum diturunkan kewajiban puasa Ramadhan.  “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah, 09: 60)

Sebelum zakat diwajibkan, umat Islam hanya diperintah untuk mengeluarkan sebagian harta mereka. Maka ketika itu Abu Bakar memberikan semua hartanya di jalan Allah. Ketika ditanya, “Wahai Abu Bakar apa yang engkau tinggalkan kepada keluargamu? “Aku tinggalkan Allah dan rasul-Nya untuk keluargaku, “ Jawab Abu Bakar dengan meyakinkan. Begitu juga Umar memberikan setengah hartanya di jalan Allah. Sahabat-sahabat yang lain pun tidak mau ketinggalan. Memberikan sebagian harta mereka untuk jalan Allah. Mereka terinspirasi dari surah al-Baqarah “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah, 2: 3)

Suatu hari Rasulullah berkumpul dengan para sahabat. Lalu ada orang lain yang butuh untuk dijamu. Ketika itu Rasulullah mengatakan kepada sahabatnya, “Siapa di antara kalian yang bersedia untuk menjamu tamuku ini.” Di antara sahabat ada yang menunjukkan tangan. “Ya Rasulullah saya bersedia untuk menjamu tamu tersebut.

Diajaklah sahabat tersebut ke rumahnya. Sampai di rumah si istri berbisik kepada suaminya. “Kita tidak memiliki apa-apa untuk disuguhkan. Kalau pun ada hanya cukup untuk satu orang. Kalau untuk dua orang, pasti sangat kurang sekali. Lagi bagaimana kita mensiasatinya wahai suamiku?” “Bawa saja makanannya kemari, nanti lampunya kita remang-remangkan agar tamu kita tidak tahu kalau kita tidak makan. Nanti kita pura-pura mengunyah saja. “ Sang istri lalu membawa makanan tersebut ke ruang tamu. Tuan rumah mematikan lampu agar tamu tidak tahu bahwa makanan sedikit. Lalu mereka pura-pura makan bersama.”

Begitulah indahnya kecintaan sahabat kepada ajaran Islam. Jika Allah memerintahkan sesuatu, mereka akan langsung mempraktikkannya. Kewajiban zakat juga sangat mudah. Semakin besar usaha terhadap suatu harta, maka zakatnya akan semakin sedikit. Misalnya, ketika kita mendapatkan rezeki nonblok, tanpa usaha, maka zakatnya 20%. Zakat pertanian misalnya, ketika airnya, tanahnya dan pupuknya gratis, maka zakatnya 1/10. Jika ada usaha sedikit seperti airnya dibeli, maka zakatnya 1/20. Begitu seterusnya. Semakin besar usaha, semakin kecil zakatnya.

Leave a Reply